Senin, 12 Januari 2009

Peran dan Fungsi Guru


PENDAHULUAN
Pendidikan Agama adalah suatu pendidikan yang dilakukan untuk membentuk watak dan Moralitas seseorang . Pendidikan Agama disini adalah Pendidikan Agama Islam , yang diartikan sebagai usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life ( jalan kehidupan). (Abdurrahman, 1976:20).
Agar anak didik dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh, dapat di gunakan sebagai pedoman hidup serta amalan perbuatannya, baik dalam hubungan dirinya dengan Allah SWT, hubungan dirinya dengan masyarakat, maupun hubungan dirinya dengan Alam sekitar, serta agar dapat membentuk pribadi yang berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Agama Islam , maka Pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai berikut :
1. Membentuk Habit-Forming (pembentukan kebiasaan) dalam melakukan amal Ibadah serta Akhlak yang mulia.
2. Mendorong tumbuhnya Iman dan keyakinan yang teguh
3. Mendorong tumbuhnya semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.
Pendidikan Agama pada umumnya dan pendidikan Agama Islam pada khususnya, adalah sangat di perlukan dalam membentuk manusia-manusia pembangunan yang ber Pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat baik jasmani maupun rohani.
Pendidikan Agama sebagai suatu Bidang Studi adalah merupakn kesatuan yang tidak dapat di pisahkan dengan bidang studi lainya, karma bidang studi secara keseluruhan berpungsi menyempurnakan tercapainya Tujuan Umum Pendidikan Nasional. Oleh karna itu pula antara satu bidang studi dengan bidaang studi lainya hendaknya saling membantu dan saling kuat-menguatkan.
Pelaksanaan Pendidikan Agama di sekolah menjadi lebih penting lagi dengan ditegaskanya kembali di dalam TAP MPR No.IV/MPR/1973, yang menyatakan bahwa Pendidikan Agama diajarkan sejak dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.

Guru agama sebagai pelaksana utama dalam penyelenggaraan pendidikan agama akan senantiasa berhadapan dengan anak didik yang memiliki perkembangan bakat, watak dan kemauan yang bertumbuh secara individual. Ini berarti bahwa setiap anak harus menjadi pusat perhatian, dan semua kegiatan harus diarahkan kepada tercapainya tujuan pendidikan agama.
Sedangkan mengenai materi/bahan pengajaran pendidikan agama, selain bahan itu harus sesuai dengan tingkat perkrmbangan dan kecerdasaan anak, agar menjamin pelajaran itu tidak terlalu sukar, agar pealajaran itu dapat diolah, dapat di pahami, dapat di pikirkan dan tidak terlalu luas, maka bahan pelajaran itu hendaknya dapat di susun sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pengorganisasian kurikulum dan sistem penyajian yang di pergunakan .
Dengan pengertian yang jelas, dan bahaan pengajaran yang setapak bertambah meningkat mencapai tingkat-tingkat tujuan yang tealah di jabarkan secara terperinci, maka nilai pendidikan agama terhadap pembentukan keseluruhan kepribadian akan menjadi kenyataan, dan dengan demikian Pendidikan Agama akan memiliki arti penting bagi kehidupan suatu bangsa.

PENGARUH PENDIDIKAN AGAMA TERHADAP MORALITAS ANAK DIDIK
1. Pendidikan Agama
Pendidikan agama adalah suatu pendidikan yang dilakukan untuk membentuk watak dan Moralitas seseorang . Pendidikan agama disini adalah pendidikan agama Islam , yang diartikan sebagai usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life. (Abdurrahman,1976:20).
Islam sangat mendorong manusia untuk memperhatikan regenarasi yang akuntabilitas termasuk anak didiknya didalam proses belajar mengajar, apakah anank tersebut menjadi kuat atau pun lemah nantinya (khusus dalam bidang pendidikan agama) karena Allah swt berfirman :

Artinya : “Dan hendaklah engkau mempunyai kekhawatiran terhadap regenarasi (anak-anakmu) yang engkau tinggalkan apakah ia kuat atau lemah”. (Q.S. An-Nisa’:09)
Maka disini jelaslah bahwa pendidikan agama sangat berpengaruh didalam pembentukan watak dan moral anak didik kearah yang lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari pada peranan pendidik atau orang tua didalam memberikan pendidikan agama, apakah orang tua tersebut/pendidik itu memberikan pendidikan agama kepada anak didikna semenjak dini atau tidak. Contohnya dalam pendidikan keluarga : Apakah orang tua (pendidikan informal) mengajar/menyuruh anak-anaknya untuk melaksanakan shalat pada umur tujuh tahun atau tidak, seperti yang telah dianjurkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :

Artinya : “Suruhlah anak-anakmu untuk melakukan shalat saat mencapai umur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun, dan pisahlah ranjang dari tidurnya”.
Dengan demikian tujuan pendidikan agama Islam mudah tercapai yaitu mempersiapkan perkembangan anak agar mampu berpartisipasi aktif secara continue dalam pembangunan manusia yang berkembang dan mampu beramal kebajikan selama dalam upaya mencari kebahagian hidup didunia dan diakhirat.

Adapun pengaruh pendidikan agama Islam yang sangat prinsipil dalam pembentukan watak dan moralitas anak adalah sebagai berikut :
1. Munculnya Stakeholder-stakeholder yang jujur dan berakhlak mulia.
2. Munculnya kesadaran untuk meningkatkan budaya kedisiplinan
3. Patuh dan taat kepada Allah, Rasul, dan orang tua
4. Dll
Secara filosofis dalam kehidupan negara dan kemasyarakatan, peningkatan keimanan, ketaqwaan terhadap tuhan yang maha esa dan akhlak mulia merupakan penjabaran dari sila pertama dari Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal demikian selaras dengan semangat serta suasana kebatinan Muqaddimah UUD 1945 yang secara Eksplisit mengandung makna bahwa berdirinya Republik Indonesia dilandasi oleh semangat atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa mengiringi keinginan luhur bangsa untuk mencapai kemerdekaannya.
Manusia yang beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, dan berakhlak sebagai karsa sila pertama Pancasila, tidak dapat terwujud secara tiba-tiba. Manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia terbentuk melalui proses kehidupan dan terutama melalui proses pendidikan, khususnya kehidupan beragama dan pendidikan agama. Proses pendidikan itu terjadi dan berlangsung seumur hidup manusia (Life long education), baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan dimasyarakat.
Manusia yang beriman adalah manusia yang mampu mengembangkan sikap untuk memiliki prilaku seirama dan mendekati sifat-sifat Allah, mengikuti petunjuk Allah serta menerima bisikan hati serta petunjuk yang baik. (Abdurrahman, 2005:68).
Manusia taqwa adalah manusia yang secara optimal menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya dalam kehidupan masyarakat. Menghayati dan mengamalkan agama itu juga dibina dan dituntun sedini mingkin melalui proses pendidikan yang diperankan oleh pendidikan agama. Dalam hubungan ini pendidikan agama berfungsi sebagai usaha membina kehidupan agama melalui pendidikan.
Lebih lanjut dapatlah diungkapkan bahwa dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat manusia seluruhnya maka pendidikan agama berfungsi sebagai berikut :
4
1) Dalam aspek individual adalah untuk membentuk manusia-manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa.
2) Dalam aspek kehidupan bermasyarakat dan bernegara adalah untuk :
a. Melestarikan asas pembangunan nasional, khususnya asas peri kehidupan dalam keseimbangan.
b. Melestarikan modal dasar pembangunan nasional., yakni modal rohaniah dan mental berupa keimanan dan ketaqwaan terhadap tuhan yang maha esa.
c. Membimbing warga negara Indonesia menjadi warga negara yang baik sekaligus umat yang taat menjalankan agamanya. (Abd. Rahman, 2005:69)

2. Kedudukan Peran dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
a. Kedudukan Pendidikan Agama Islam
Dalam undang-undang No. 21 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada Bab I tentang Kedudukan Umum (pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara. (Abdurrahman, 2005:37)
Hal ini sesuai dengan rumusan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dalam penjelasan UUSPN mengenai pendidikan agama dijelaskan bahwa pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa serta berakhlak mulia.
Dengan demikian, jelaslah bahwa kedudukan pendidikan agama Islam sebagi mata pelajaran yang diajarkan disekolah umum adalh segala upaya transfer of knowledge (agama Islam) tidak hanya untuk dipahami dan dihayati, tetapi juga diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kemampuan siswa/i dalam menjalankan wudhu’, shalat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.

b. Peran dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama Islam disekolah umum harus berperan sebagai motivator tujuan umum pendidikan nasional yang tidak lain bahawa tujuan umum pendidikan nasional yang secara eksplisit disebut dalam rumusan UUSPN No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional sebagiamana telah disebutkan dalam Bab yang terdahulu.
Adapun penjabaran rumusan fungsi pendidikan nasional yang juga merupakan tujuan pendidikan agama Islam, maka pendidikan agama Islam harus berperan sebagai berikut :
a. Membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka membangun manusia seutuhnya dan masyakat manusia se-indonesia seluruhnya.
b. Menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, maksudnya adalah manusia yang selalu taat dan tunduk terhadap apa-apa yang diperintahkan Allah Swt dan mejauhi segala larangannya. Manusia yang beriman adalah manusia yang mampu mengembangkan sikap dan untuk memiliki perilaku seirama dan mendekati sifat-sifat Allah, mengikuti petunjuk Allah serta menerima bisikan hati serta petunjuk yang baik.
c. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri, maksudnya adalah sikap utuh dan seimbang antara kekuatan intelektual dan kekuatan spiritual yang secara langsung termanifestasikan dalam bentuk akhlak mulia.
d. Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, maksudnya adalah realisasi dari iman dan taqwa itu dimanifestasikan dalam bentuk kecintaan terhadap tanah air. (hubbul watan minal iman).

3. Istilah Moral dan Etika
Perkataan moral berasal dari bahasa Latin “Mores” yang berasal dari kata “Mos” berarti kesusilaan, tabi’at, atau kelakuan. Dengan demikian Moral dapat diartikan dengan ajaran kesusilaan.

Ada perkataan lain yang mengungkapkan kesusilaan yaitu etika. Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani : Ethos dan Ethikos yang berarti kesusilaan, perasaan batin, kecenderungan untuk melakukan sesuatu perbuatan. (Burhanuddin Salam, 2000:02)
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi perbuatan itu dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Penilaian itu menyangkut perbuatan yang dilakukan dengan sengaja. Memberikan penilaian atas perbuatan dapat disebut memberikan penilaian etis atau moral.
Sedangkan Etika menurut sejarah mula-mula digunakan oleh Montaigne (1533-1592 M) seorang penyanyi berkebangsaan Prancis. Stressing penilaian terhadap etika sebagai suatu ilmu ialah pada perbuatan, baik perbuatan baik maupun perbautan salah, susila atau asusila.
Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuh dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti, jadi sutatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa, semasih menjadi angan-angan, imagi, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.

4. Tanggung Jawab Moral Manusia
a. Definisi Tanggung Jawab Moral Manusia
Dalam pengertian kamus, tanggung jawab itu diterjemahkan sebagai berikut :
Responsibility is having the character of a free moral agent; capable of determining one’s acts, capable of deterred by consideration of sanction or consequences. (Burhanuddin Salam, 2000:43)

Definisi ini memberikan pengertian yang dititik beratkan pada :
a. Harus ada kesanggupan untuk menetapkan sikap terhadap sesuatu perbuatan.
b. Harus ada kesanggupan untuk memikul resiko dari sesuatu perbuatan.



Bila pengertian tersebut dianalisis lebih luas, akan kita dapati bahwa dalam kata “Having the character” = Dituntut sebagai suatu keharusan akan adanya suatu pertanggungan moral / karakter. Karakter disini merupakan suatu nilai dari perbuatan, konsekuensi selanjutnya berarti bahwa terhadap sesuatu perbuatan hanya terdapat dua alternative penilaian, yaitu tahu bertanggung jawab atau tidak tahu bertanggung jawab.
Dalam filsafat hidup, nilai dari tanggung jawab itu dijadikan sebagai salah satu kriteria dari kepribadian = personality seseorang. Praktek dari kehidupan ini sendiri sudah menunjukkan bahwa tidak sedikit jumlah orang yang diserahi tugas sebagai pimpinan : Apakah itu sebagai kepala rumah tangga, pimpinan kantor, kepala pada perusahaan, kepala sekolah dan sebagainya yang dinilai sebagai orang-orang yang tidak tahu bertanggung jawab .

b. Dimensi Tanggung Jawab
Dari segi filfafat tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh tiga unsur dimensi :
1) Kesadaran (conciousness)
2) Kesukaan / Kecintaan (love / affection)
3) Keberanian (courage, bravery)
ad 1. Kesadaran
Sadar = berisi pengertian tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi. Seseorang baru dapat dimintai tanggung jawab bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya. Dengan dasar pengertiann ini kiranya dapat dimengerti apa konsekuensinya ketiga golongan pelaku tersebut tadi adalah tidak wajar bila dimiintai atau dituntut untuk bertanggung jawab, sebab baik kepada sibocah, cikerbau, dan sigila kesemua mereka bertindak tanpa adanya kesadaran, artinya mereka sama sekali tidak mengerti akan guna dan akibat dari perbuatannya.
ad 2. Kesukaan
Cinta, suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan, dan kesediaan berkorban. Cinta pada tanah air = semua prajurit-prajurit kita rela bersambung nyawa untuk mempertahankan tanah air tercinta ini.Sadar akan arti tanggung jawablah menyebabkan merekapatuh berdiri dibawah terik matahari atau hujan lebat untuk mengawal, dilihat atau tidak diawasi.

Bagaimana bila tidak ada kesadaran itu ? Dengan sendirinya tak ada pula rasa cinta, kesukaan atau kerelaan untuk berkorban.
ad 3. Keberania
Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Berani disini didorong oleh rasa keikhlasan karena tidak bersikap ragu-ragu dan takut terhadap segala macam rintangan yang timbul. Dengan adanya tanggung jawab itu maka seseorang yang berani juga memerlukan adanya pertimbangan-pertimbangan juga perhitungan dan keadaan sebelum bertindak, jadi tidak semberono (seenak dewe) atau membabi buta.
c. Manusia Harus Berbuat Baik/Keharusan Moral Manusia (amal-ma’ruf)
Manusia pada kodratnya harus berbuat baik, dan keharusan ini adalah keharusan moral. Seperti kita ketahui kewajiban berbuat baik itu keluar dari alam manusia. Memang manusia secara fisik masih bebas memilihnya tetapi disamping itu manusia tidak dapat menghindari dari tali kewajban itu. Kesempurnaan manusia adalah soal pokok sebagai manusia, meskipun dalam praktek tidak semua manusia sama dalam memberikan realisasi kepada dorongan untuk menyempurnakan dirinya.
d. Manusia Wajib Menghindari yang Jelek (nahi-mungkar)
Setelah kita menemukan dalil manusia harus berbuat baik, kita berpaling kesegi yang lain tidak seorang pun suka dirinya celaka, seorang penjahat sekalipun dalam hatinya tidak menginginkan kejahatan menimpa dirinya. Dari alam manusia ada dorongan untuk mengelakkan semua yang akan bertentangan dengan kesempurnaan manusia. Seperti yang kita ketahui alam manusia bukan alam mati yang mati seperti lainnya. Manusia mempunyai budi dan hati yang akan menyeleksi apa yang akan merugikan kepada dirinya. Dari situ pada dasarnya manusia akan berusaha sekeras tenaga akan mengelakkan segala sesuatu yang bertentangan dengan alamnya bahkan berusaha menjauhkan dari sesuatu yang merugikan alamnya. Yang merugikan alam kodrat manusia itu adalah yang tidak baik atau jelek
Kita dapat bertanya secara umum, apakah yang dikatakan jelek ? Jawabnya tidaklah sulit seperti yang baik adalah yang selaras dengan alam kodrat manusia begitu pula yang jelek moral adalah segala sesuatu yang bertentangan dengan alam manusia atau alam insani. Maka terpecahlah kepersoalan manusia harus berbuat baik dan menghindari yang jelek.

Kewajiban berbuat baik dan mengelakkan yang jelek adalah universal, adanya bangsa didunia ini tidak akan mengubah hal-hal yang keluar dari alam manusia yang sebagai kodrat dapat kiranya menyebabkan modivikasi, tetapi secara esensial tidak akan dapat mengubahnya.

5. Akhlak Guru Dalam Mengajar
Dalam suasana pengajaran berlangsung guru berhadapan dengan murid, dalam hubungan ini guru harus berpegang kepada kode etik yang sesuai dengan fungsinya :
a. Niat ikhlas; hendaklah guru mengajarkan ilmu yang dimilikinya dengan penuh keikhlasan hati, karena mengharapkan keridhaan Allah.
b. Kasih sayang; hendaklah guru merasa diri sebagi orang tua yang memandang murid-muridnya seolah sebagai anak dirinya sendiri, demikian juga guru menyanyangi muridnya dan membimbingnya seperti anaknya sendiri.
c. Hikmah kebijaksanaan; yang berarti guru harus berlaku bijaksana dalam mengajar. Hendaknya memilih suatu sistem dan metode didaktik yang tepat.
d. Memilih waktu yang tepat untuk menjaga kebosanan murid / pelajar, haruslah guru mengadakan jadwal pengajaran. Abu Wa’il (Syaqiq) bin Salamah berkata: “Biasanya Ibn Mas’ud memberikan ceramah kepada kami setiap hari Kamis, maka orang berkata kepadanya : “Hai Abu Abdurrahman (Ibn Mas’ud), saya ingin kalau engakau mengajar setiap hari”, Jawab Ibn Mas’ud :”Tiada halangan untuk memberikan ceramah setiap hari, hanya saja saya khawatir menjemukan kalian. Saya sengaja memberikan waktu yang jarang atau mengatur waktu yang tepat dalam pengajaran, sebagaimana sikap rasulullah saw, lantas kami dalam mengajar jangan sampai kami menjadi jemu”. Demiakian menurut Bukhari.Memberi teladan; guru tidak hanya mengajar dalam bentuklisannamunyang terlebih penting ialah guru harus memberikan contoh perbuatan (teladan) yang baik yang mudah ditiru oleh muridnya.


PENUTUP / KESIMPULAN
1. Pendidikan agama adalah suatu pendidikan yang dilakukan untuk membentuk watak dan moralitas seseorang . Pendidikan agama disini adalah pendidikan agama Islam , yang diartikan sebagai usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai way of life.
2. Islam sangat mendorong manusia untuk memperhatikan regenarasi yang akuntabilitas termasuk anak didiknya didalam proses belajar mengajar, apakah anak tersebut menjadi kuat atau pun lemah dikemudian hari.
3. Rasulullah saw menganjurkan kita untuk membentuk pendidikan anak itu dimulai dari lingkungan keluarga terlebih dahulu (pendidikan informal) sesuai dengan sabdanya : “Dan suruhlah anak-anakmu untuk melakukan shalat saat mencapai umur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur 10 tahun, dan pisahlah ranjang dari tidurnya.
4. Pengaruh pendidikan agama Islam yang sangat prinsipil terhadap moralitas anak didik adalah sebagai berikut :
a. Munculnya Stakeholder-stakeholder yang jujur dan berakhlak mulia.
b. Munculnya kesadaran untuk meningkatkan budaya kedisiplinan
c. Patuh dan taat kepada Allah, Rasul, dan orang tua
d. Dll

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Dan Hadits
Salam, Burhanuddin, 2000. Etika Individual. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Salam, Burhanuddin, 2001. Pengantar Peadagogiek. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Al-Jumbulati, Ali dan At-Tuwanisi, Abdul Futuh, 1994. Perbandingan Pendidikan Islam, PT. Rineka Cipta. Jakarta
Shaleh, Abd Rahman. 1997, Didaktik Pendidikan Agama, PT. Bulan Bintang. Jakarta
Shaleh, Abd Rahman. 2005, Pendidikan Agama dab Pembangunan Watak Bangsa, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Daulay, Haidar Putra. 2004, Pendidikan Islam, Prenada Media. Jakarta.













Tidak ada komentar: